Statistik

Senin, 12 September 2011

Sehat secara syar'i


Sakit sebagai cobaan/ujian

Habib Dr. A.Anies Shahab   :
“Bagi kita ummat Islam, penyakit merupakan suatu cobaan dari Allah. Ia mencoba makhluk-Nya untuk mengetahui sebatas apa kesabaran, sejauh apa kecintaan dan setinggi apa rasa syukur yang ia miliki. Karenanya, Allah menjanjikan bahwa setiap penyakit memiliki obat, sebagaimana yang tersebut dalam suatu hadits yang artinya : Semua penyakit memiliki obat masing-masing”.


Sikap terbaik sewaktu sakit

Habib Luthfi bin Yahya  :
“Sikap terbaik kala kita sedang diuji dengan penyakit adalah ridha dan ikhlas. Keridhaan tersebut akan menjadi ibadah yang pahalanya besar. Namun demikian, akan lebih baik lagi dan menambah pahala jika kita dalam sikap yang tetap ridha dan ikhlas, tetap melakukan ikhtiar berobat dengan jalan yang dibenarkan syari’at, seperti medis dan pengobatan alternatif.
Berobat secara  medis, jika diiringi dengan iman, juga akan menambah ma’rifatullah dan iman tauhid kita. Kita akan semakin memahami bahwa dokter dan obat-obatan bukanlah Tuhan, melainkan hanya wasilah atau sarana pertolongan Tuhan. Mereka hanya diberi kelebihan mengobati, namun Allah Ta’ala-lah yang mempunyai kekuasaan untuk menyembuhkan”.


Cara memohon kesembuhan

Sayyid Abdul Maqshud Muhammad Salim  :
“Jika engkau menyebut sebuah asma Allah, maka hendaknya anda menyebutnya dengan penuh meresapi, rendah diri dan khusyu’. Hadirkan dari perasaanmu makna yang anda katakan. Pejamkan mata dan indera anda dari segala renungan jiwa yang lain. Bersihkan indra dan jiwa anda, jangan sekali-sekali anda menjadi orang yang berbicara tetapi tidak faham apa yang anda katakan. Jangan menggunakan asma Allah untuk meminta sesuatu yang tidak pas untukmu. Jadikan dzikir untuk Allah Swt semata, demi keridhaan-Nya, berdoa dengan cara-cara yang layak sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.”


Perlu membersihkan hati

Habib Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Alattas  :
“Kalau hati kita bisa diobati, Insya Allah penyakit-penyakit yang melekat dalam hati dan badan kita juga bisa diobati.


Menjaga makanan

Habib Quraisy bin Ali bin Hasyim Aidid  :
“Sebenarnya dzikir-dzikir, ayat-ayat, serta do’a-do’a yang digunakan sebagai obat penyembuh pada dasarnya dapat memberikan penyembuhan. Namun, semua itu berpulang kepada Allah. Do’a adalah penyembuh yang dapat menghilangkan penyakit, tetapi do’a itu tidak ada kekuatan apabila manusia yang bersangkutan lalai hatinya terhadap Allah.Do’a juga tidak ada kekuatan apa-apa jika manusia itu makan makanan yang haram”.

Habib  Musthafa  bin  Hamid  Alatas  :
“Kalau dalam setiap langkah kita ingat akan kemuliaan yang dicontohkan Rasulullah saw. hidup kita akan terhindar dari gangguan, seperti penyakit. Rasulullah tidak pernah sakit dalam hidupnya, karena beliau memakai prinsip jalan tengah, tidak berlebih-lebihan. Sesuatu yang berlebih-lebihan itu berakibat tidak baik.”


Pengobatan dengan Al-Qur’an

Habib Idrus bin Abdulkadir bin Husin bin Abdulkadir Alaydrus:  
“Kita tahu, kitab suci al-Qur’an merupakan tuntunan hidup ummat islam, juga merupakan penyembuh (as-syifa’) seperti tersebut didalam al-Qur’an Surah al-Israa ayat 82 dan Surah Fushshilat ayat 44. Dari ayat-ayat ini kita dapat memahami bahwa al-Qur’an itu tidak diragukan lagi menjadi penyembuh dari berbagai penyakit. Ini dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau sering mengobati sahabat hanya dengan membaca surah al-Fatihah, yang sering disebut dengan induk al-Qur’an”.


Harus disertai keyakinan

Habib Irfan bin Hasyim bin Thahir Ba’alawy  :
“Kalau kita punya keyakinan bisa berjalan di atas air, kita bisa berjalan di atas air. Begitu juga dengan pengobatan. Banyak orang yang punya ilmu pengobatan tapi tidak yakin dengan apa yang dilakukannya. Itu menjadi masalah. Sedang yang saya lakukan hanya keikhlasan menolong berbekal do’a, mari  kita mohon kepada Allah agar diberi kesembuhan”.

Habib Said Agil  Assegaf (Banjarmasin)  :
“Bacaan-bacaan itu walau berbahasa daerah karena ditutup dengan kalimat tauhid, bisa menumbuhkan keyakinan. Sekali lagi kuncinya adalah keyakinan. Dan secara hukum kausalitas itu bisa terjadi. Kalau sudah ragu, disitulah awal kehancuran.


Waktu terbaik memohon kesembuhan

Habib Mustafa bin Hamid Alatas  :
“Waktu dari maghrib sampai isya adalah waktu terpendek diantara jarak waktu shalat. Kalau seseorang punya hajat, minta kesembuhan, atau mempunyai keinginan, waktu ini sangat ampuh. Do’a akan diijabahi oleh Allah, dengan syarat kita menyebut nama-Nya, dan memuji Rasul-Nya, serta terus menerus berdzikir sepanjang waktu itu”.


Berprasangka baik kepada Allah

Habib Umar bin Ahmad Abdullah al-Hamd  :
“Allah Swt tidak akan menurunkan penyakit kalau tidak ada obatnya. Kalau tidak ada obatnya, berarti bukan penyakit namanya, tetapi azab. Namun bisa saja berubah menjadi rahmat bagi dia, karena suatu unsur itu bisa jadi musibah tapi bisa pula jadi rahmat. Jadi, ibarat air dan api. Api dan air bisa jadi musibah, tapi bisa juga jadi rahmat. Rahmat dan azab itu adalah satu unsur. Dan orang yang diberi penyakit, penyakit itu bisa jadi rahmat baginya sebagai penghapus dosa-dosanya”.


Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf  :
“Allah menurunkan musibah juga bukan karena kebencian terhadap hamba-Nya, justru menghendaki kebaikan hamba-Nya, maka jangan membenci Allah. Ibarat dokter menyuntik, mengoperasi dan mengobati pasien bukan karena dokter membenci pasien, justru dia mengusahakan kesembuhan  penyakit sang pasien. Itu sebabnya jangan sampai si pasien membenci dokter”.


Dzikir dan do’a sebagai penyembuh

Habib  Quraisy  bin  Ali  bin  Hasyim  Aidid  :
“Sebenarnya dzikir-dzikir, ayat-ayat serta doa-do’a yang digunakan sebagai obat penyembuh pada dasarnya dapat meemberikan kesembuhan. Namun semua itu berpulang kepada Allah. Do’a adalah  penyembuh yang dapat menghilangkan penyakit, tetapi do’a itu tidak ada kekuatan apabila manusia yang bersangkutan lalai hatinya terhadap Allah. Do’a juga tidak ada kekuatan apa-apa jika manusia itu makan makanan yang haram”.


Rahasia di balik penyakit

Habib  Ahmad  bin  Ali  bin  Abdurrahman  Assegaf  :
“Cacat yang dialami seseorang, baik bawaan atau bukan, bagaimanapun merupakan pemberian Allah Swt. Yang tetap harus disyukuri. Dengan cacat itu Allah Swt bermaksud memberikan kelebihan lain yang tidak kita ketahui. Kalau kita tidak menerima kenyataan, dan berburuk sangka atas kondisi itu, berbagai kesulitan akan muncul.”



Habib  Husein  Shahab  :
“Bahwa musibah merupakan barometer tingkat keimanan seseorang. Mengapa demikian ? Karena bagaiamana seseorang menyikapi suatu mussibah yang menimpa dirinya, inilah yang menjadi ukuran tinggi rendahnya iman. Perhatikan petunjuk Allah dalam surah Al-Baqarah (2) : 155 : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu berupa sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah kabar gembira kepada orang –orang yang bersabar”.
Musibah dan tekanan-tekanan hidup bukanalah semata-mata berarti datangnya keburukan. Adakalanya berbagai kejadian seperti itu justru merupakan kebaikan bagi orang-orang tertentu. Kita sering menyaksikan banyak orang berlumuran dosa oleh berbagai macam maksiat. Orang-orang ini juga tidak bertobat kepada Allah atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Anehnya, mereka justru memperoleh obat ilahiyah berupa bencana-bencana yang akhirnya menyadarkan mereka. Kepedihan-kepedihan hidup yang telah menimpa mereka ternyata telah membangunkan orang-orang ini dari kelalaian. Merekapun lalu mengintrospeksi hubungannya dengan Alllah dan meluruskan jalan sesat yang selama ini mereka tempuh. Perhatikan sabda Rasul berikut ini : “Jika dosa seseorang itu teramat banyak hingga tidak ada amal perbuatannya yang dapat menghapuskan dosa itu, maka Allah akan mengujinya dengan musibah berupa kesedihan untuk menghapus dosanya itu”.
-   Musibah dan becana pada hakekatnya adalah bagian dari sunnatullah yang dikehendaki atau tidak pasti akan selalu terjadi. Kapan saja seorang mukmin mengetahui dan menyadari hal itu, maka sesungguhnya ia menyakini akan takdir Allah. Sikap yang akan dia tempuh adalah bersabar dan tegar menghadapi kepedihan-kepedihan hidup. Dengan dasar keyakinan yang tinggi, ia tidak akan merasakan ketegangan dan kegelisahan yang berlebihan. Bagi orang yang seperti ini, Allah menjanjikan ampunan dosa-dosa, diterimanya tobat, dan rasa aman sebagai ganti ketakutan. Bagi orang ini, penderitaan dan kesedihan yang menimpanya adalah ibarat filter untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahan, seperti yang telah difirmankan Allah dalam Qs.Al-Baqarah : 216   : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.

Memperbanyak  minta  ampun

Habib  Abdul  Qadir  bin  Hadun  Alattas  :
“Umumnya, awal penderitaan yang kita alami adalah akibat dosa yang telah kita lakukan. Maka dengan berdzikir dan berdo’a memohon ampun kepada Allah, Insya Allah kita akan hidup bahagia. Inilah unsur utama ketenangan dan kesehatan lahir dan bathin kita.”

Optimis bisa sembuh

Habib  Husein  bin  Anis  Al-Habsyi  :
“Gunakan kalaimat yang positif terhadap dirimu. Jangan katakan kepada dirimu “Aku pelupa”, “Aku tidak menarik”, “Aku tidak berprestasi”, “Do’aku tidak pernah dikabulkan”, “Aku tidak mungkin bisa bangun malam”, “Usahaku selalu gagal”.
Manusia terkadang mempunyai keyakinan yang membatasi kemampuannya. Ia merasa tidak mampu, atau merasa kurang berbakat. Ia melihat orang lain tampak lebih pintar, lebih mampu, lebih berbakat, lebih menarik, dll. Keyakinan semacam itu seperti rem yang menghambat kemajuannya, mengurangi laju perkembangannya, dan pada akhirnya akan menumbuhkan perasaan ragu dan takut.
Sejak saat ini, jangan lagi kau berkata negatif tentang dirimu, karena kata-katamu bisa menjadi do’a.”


Obat  hanya  sarana

Habib  Muhammad  Lutfi  bin  Ali  bin  Hasyim  bin  Yahya  :
“Sedangkan obat itu merupakan sarana kesembuhan, tapi bukan penentu kesembuhan. Selain Allah, hanyalah sarana bukan penentu. Yang menyembuhkan hanya Allah Swt.
Terkadang kita merasa berat mengeluarkan biaya untuk berobat, karena kita merasa susah mencarinya. Dan ketika mendapatkan suatu obat, belum tentu obat itu bisa menjadi sarana kesembuhan. Dan ketika kita tahu bahwa obat bukanlah penentu kesembuhan, hanya sarana, tauhid kitapun menjadi lebih mantap”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar